Langsung ke konten utama

Kita Hanya Berbeda Alam Untuk di Singgahi

"Amaqmu ini sudah lelah, bila kematian datang. Amaq ikhlas…”
(Ayahmu ini sudah lelah, bila kematian datang. Ayah ikhlas…)

Sebenarnya berat bila harus menceritakan hal ini, akan menguras sesak didada. Harus memaksa diri untuk menggali memori tentang Beliau, memutarbalikan semua kenangan yang mungkin tidak akan dapat selesai hanya dalam sebuah tulisan. Yang Aku tahu saat Aku menulis ini, Aku benar-benar merindukan Beliau. Semoga tenang disana wahai pahlawanku, Amaq.

Amaq : Sebutan untuk ayah
Inaq : Sebutan untuk ibu

***

Hubungan anak perempuan dengan ayahnya pastilah sangat dekat, begitu juga Aku dan Amaq. Sebagai anak bungsu mungkin memang pantas Aku dikatakan sebagai anak yang paling dimanjakan dan dipenuhi semua kemauanku oleh Amaq. Tidak pernah apa yang kuinginkan tidak ia kabulkan, yaaa paling tidak hadiahnya telat-telat sebentar. Saat Inaq memarahikupun Beliaulah yang selalu membela. Bahkan sampai balik mengingatkan Inaq kalau tidak boleh terlalu sering membentak anak perempuan. 

Mungkin orang yang paling dermawan di dunia ini adalah seorang ayah, begitupula dengan Amaq. Saat kecil dulu, meminta uang jajan pada Inaq adalah hal yang paling sulit bukan karena Inaq pelit tapi prinsip, hingga menangispun mungkin Inaq tak akan memberi. Tapi, Amaq tanpa diminta Beliau akan memberikan bahkan lebih banyak dari jumlah yang Aku inginkan. Lalu Beliau berkata "jangan kasi tahu ibumu ya". Aku sangat bahagia, bahkan Amaq memberi tanpa sepengetahuan Inaq. Jadi kadang Aku dapat double yaitu dari Amaq dan juga Inaq. Hal yang paling membahagiakan pada saat masa kecil.

Masalah kasih sayang tak pernah kurang Beliau berikan kepadaku. Pernah sekali Aku mengerjakan PR matematika dan dibantu oleh Beliau. Saat itu Aku memang bocah yang nakal dan tidak pintar taunya hanya main saja. Karena tak bisa materi pembagian ingatku dulu, langsung saja kupingku dicubit olehnya sampai ada rasa mengiang-ngiang dan memanas yang berkepanjangan, hihi. Sakit sekali, tapi untungnya telingaku tidak sampai putus.

Teringat pula saat aku masih SD, Aku dan teman-teman bermain sampai lupa waktu salat, Amaq tiba-tiba keluar dari rumah membawa ember. Tanpa ragu, Blurrr… Basah kuyup sudah kami pada saat itu, sambil ceramah panjang yang Ia sampaikan,
“kalau sudah masuk waktu salat, mainnya distop dulu! Pada mau masuk neraka semua ya kalian ini !?” gertak Beliau.

Lantas teman-teman semua lari terbirit-birit ketakutan, memang Beliau kalau sudah marah sangat menyeramkan sekali. Tapi marahnya Beliau adalah pelajaran berharga bagi aku dimasa depan.
Yah, mungkin karena disiplin dan ketegasan dari Beliau Aku bisa disini. Mulai menyukai matematika karena selalu diajarkan Beliau di rumah, sampai di sekolah Aku disanjung oleh guru-guru karena rajin membuat tugas. Terima kasih Amaq…
Memori indah tentang dirimu akan selalu tersimpan rapi.

***

2014

Selang infus yang panjang melekat pada tangan Beliau, terlihat darah keluar pada selang itu membatasi cairan infus yang masuk ketubuhnya mungkin karena banyak gerakan yang ditimbulkan oleh Amaq. Sembari mengayunkan kipas kayu yang terbuat dari rotan, kupandangi terus tangan Beliau. Urat-uratnya yang besar muncul begitu jelas, kulitnya juga terlihat mulai mengeriput. Badannya terlihat mulai mengurus entah efek obat atau apa Aku tak mengerti yang jelas hari kehari Aku merasa tubuh Amaq yang subur terus terkikis. Hembusan nafasnya terdengar keras, seperti orang yang kelelahan saat habis berlarian.

Sedih sekali bila harus melihat Beliau terbaring lemah di ranjang rumah sakit, dikelilingi dengan aroma obat yang sangat menyengat membuat Aku yang sehatpun merasa ingin muntah. Apalagi Beliau yang setiap hari harus mengonsumsi itu. Jika bisa Aku berharap untuk menggantikan Beliau diposisi itu.

Amaq dipulangkan dari rumah sakit, bukan karena sudah sembuh melainkan karena tak kunjung sembuh. Inaq memilih untuk mengurus Beliau di rumah. Perjuangan Inaq sangatlah luar biasa pada saat Amaq sakit, Beliau tidak pernah sedikitpun mengabaikan kebutuhan Amaq, saat kondisi Amaq sudah sangat lemah sekali pada saat itu. Inaq tak pernah menunjukan rasa lelah dan keluhnya, ia selalu setia mendampingi Amaq. Sungguh cinta yang luar biasa.

Sore hari, Aku membantu Inaq untuk memandikan Amaq. Saat itu Aku melihat raut putus asa di wajah Amaq, air mata Beliau perlahan menetes. Karena lemah untuk menepihnyapun tidak bisa, Amaq menangis dihadapan kami. Lalu berkata
“Amaqmu ini sudah lelah, bila kematian datang. Amaq Ikhlas”

Pecah sudah air mataku dan Inaq, pahlawan kami menyerah, mengikhlaskan kematian untuk datang menjemput Beliau.

Tiga hari setelah perkataan Beliau itu, Allah memanggil Beliau untuk kembali menuju persinggahan yang abadi. Sesak sekali, bahkan aku belum bisa berbakti kepada Beliau, belum bisa menjadi anak yang bisa Beliau banggakan, singkat sekali waktu untuk bersama Beliau. Tapi, Allah memiliki cerita yang lain untuk Amaq. Semoga lelah sakitnya di dunia menjadi penggugur segala dosa.

Aku dan saudara-saudaraku berusaha untuk tidak terlalu larut dalam tangisan pada saat itu karena Amaq telah berpesan bahwa kami tidak boleh menangis saat kematian Beliau, cukup do’a yang perlu kami lantunkan. Kematian beliau bukanlah pemutus hubungan diantara kami, melainkan ujian kepada kami anak-anaknya, sebagaimana kuat dan istiqomah kami memohon do’a yang terbaik untuk beliau.

Dulu saat Aku kecil, Beliau pernah berkata
“Mungkin Amaqmu ini tidak bisa melihat kamu sampai kamu besar nanti, tidak bisa menemani saat kamu kuliah. Cukup ibumu saja yang mengantarkan kamu sampai kamu sukses”
Karena masih sangat kecil Aku tak mengerti perkataan Beliau dan hanya berlalu begitu saja. Dan ya sekarang Beliau sudah tidak bersama kami, semoga tenang disana Amaq ku. Al-Fatiha.

“Kematian bukanlah sekat untuk tidak saling mencintai
Kita hanya berbeda alam untuk disinggahi
Berbeda waktu untuk menghadap pada sang Ilahi
Kelak kami pun akan kembali
Semoga kita dalam dekap Allah di syurga yang sama kita nanti”
  

Komentar

Posting Komentar